

Saat aku pertama sekali menginjak daratan negeri gas ini; 11 Maret, 2009, yang menjadi ganjalan; pertanyaan dalam hatiku (?) :
1. Makan (?) , 2. Cuaca (?); panas (?), 3. Pekerjaan dan Bahasa asing; inggris (?), maklum, tau aja, bah. inggris ku ; hanya dipas paskan; cukup.
1.Makan : Tiga bulan pertama , makan diluar; restoran India, Bangladesh yang memang banyak di negeri ini. Hari pertama; kaget saya; banyaknya itu lho; menggunung, sepertinya porsi untuk tiga orang dan rasanya, gimana, ya : mual. Ada yang namanya : Nasi birani (foto No.3 atas), porata, muton;daging kambing kari (foto paling bawah ), muton cuka, chicken kari ,tapi restoran Bangla menghidangkannya dengan panas-panas dibandingkan dengan warung India.
Ada sich, Restoran rasa Indonesia; di Sentral namanya, sekitar 45 menit naik taxi dari villa saya (di Qatar, villa=pemondokan). Mahalnya eh, : sekitar 25 riyal per porsi belum lagi ongkos taxinya.
Akhirnya; setelah melihat rekan-rekan seperjuangan, masak sendiri dan mempertimbangkan segi ekonomisnya juga. Makan diluar : rata-rata 360 riyal per bulan atau sekitar Rp.972.000,- per bulan (1 riyal qatar=Rp.2700,- ; sebenarnya variatif antara Rp.2500,- - Rp.2800,-) dibandingkan masak sendiri : rata-rata 250 riyal perbulan dan lebih higenis dan yang jelas rasa Indonesia.
Di supermarket; Al Meera hanya 10 menit jalan kaki dari pemondokan tersedia bahan yang mau kita masak dan termasuk mie instannya Indo food tersedia disini.
Pulang kerja; jam 7 pagi, aku langsung ambil nasi sisa kemarin malam untuk digoreng campur dengan telor, udang dan kadang kala juga dengan ayam yang sudah digoreng (foto No.2 atas).
Sebenarnya, hal ini sudah biasa bagiku; bekas anak kost di Jakarta. Dan kalau malam hari;mulai pukul 8 malam, ku mulai nanak nasi untuk malam dan pagi. Makan malam, biasanya dengan telor dadar atau mie instan (foto No.1 atas). Rasanya masakan RK(?) : malu ah, ngomongnya. Yang penting : panas dan hegenisnya.
Ternyata ilmu kost yang 20 tahun lalu; bisa diterapkan di negeri gas ini.
Terima kasih buat Istriku tersayang yang kuintip ilmu masaknya selama ini dan juga sobat-sobat satu kontrakan; kost dahulu; saat betapa susahnya menuntut ilmu dan begadang untuk ujian besok paginya dan juga memasak mie instannya.
Tahun 80-an, Kakak-kakak ku tersayang mengirim uang makanku sebesar 50 ribu setiap bulannya.
Tahun 80-an, Kakak-kakak ku tersayang mengirim uang makanku sebesar 50 ribu setiap bulannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar